Hey Indonesiaku. Matumba mi itu kareba pada abad ini?


Gambar terkait
sumber: jurnaljambi.co

Katanya sih, menjunjung tinggi moral dan memiliki adat kesopanan. Iya, itu di Indonesia, katanya. Yuk kita telaah lebih dalam lagi.
Ini Indonesiaku. Indonesiaku yang krisis moral dan etika. Krisis Attitude. Krisis Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara? Masih pantas kah? Hanya segelintir orang saja yang masih memegang teguh ideologi Pancasila. Kata para millennial, pentingkah? Yang penting saat ini kita ikuti alur main dari aturan di negara hukum ini agar aman dari berbagai masalah. Atau kata yang lebih pantasnya adalah mereka mencari aman untuk tidak memusingkan untuk mengambil hal yang tidak penting. Adanya globalisasi seakan membuat semua orang sibuk untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia saat ini, tidak penting dengan apa yang bangsa pegang teguh selama ini. Mengejar peringkat seakan tidak peduli dengan pelajaran moral dan etika yang kadang di berikan tambahan pelajaran saat berada pada masalah sekolah. Banyaknya program pelatihan latihan dasar kepemimpinan, pramuka, osis, MOS, pkkmb, ukm, hima, bem, dll. Seolah-olah selesai dari program pelantikan dari kegiatan tersebut mereka melupakan ajaran dari orang yang berada di tingkat atas mereka. Begitupun seterusnya, terus berkembang hingga generasi berikutnya. Seakan tepatnya dapat dibilang seperti buah jatuh tak jauh dari pohonnya.  
Saat ini para millennial seakan tidak peduli dengan apa fungsi dari Pancasila. Toh, mereka hanya belajar kewarganegaraan saat semasa SD-SMA dan semester 1 atau semester 2 di kampus. Selepas itu mereka akan bebas, tidak lagi pusing menghafalkan kewajiban sebagai warga negara maupun menghafalkan undang-undang yang bahkan dihafalkan saja tidak akan berpengaruh bagi kita semua. Pelajari-hafalkan-lupakan. Ajaran dari quotes-quotes yang di share oleh para siswa/i dan mahasiswa/i entah darimana mereka mendapat kata-kata semacam itu yang mampu dibenarkan oleh seluruh siswa/i dan mahasiswa/i di seluruh Indonesia, I guess. Abaikan saja Pancasila, tak usah di ganggu dan di pelajari lebih dalam. Itu bukan salah satu jurusan dari kita. Kita kan IPA, yang kita pelajari adalah fokus pada science. Kita kan IPS, yang kita fokuskan itu ke pelajaran tentang sosial, perilaku manusia, menghitung segala perekonomian masyarakat Indonesia. Kita kan teknik, fokus saja pada praktikum lab, merangkai rangkaian listrik, pergi ke bengkel mekanik menciptakan mahakarya untuk dipamerkan saat pameran nasional Teknik.
Padahal Generasi Muda merupakan orang-orang yang akan meneruskan cita-cita sebuah bangsa, untuk memimpin dan mengatur sebuah Negara dengan memiliki kepribadian yang baik, kecerdasan yang dilandasi dengan ilmu dan wawasan yang luas, memiliki jiwa yang semangat, pikiran terbuka dan tujuan yang baik, berbobot dan bermanfaat serta berguna untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Tapi nyatanya saat ini, di tahun ini, di zaman ini, di abad ini, apa? Apa yang para orang tua dapat? Nol. Nothing. Tidak ada. Kebanyakan dari millennial Indonesia cocoknya diungkapkan dengan kata-kata tong kosong nyaring bunyinya. Yang paling banyak berkoar, yang paling banyak bacot, yang paling banyak berpendapat, yang paling banyak omong kosong. Dimana? Di sosial media. Di dunia maya. Seolah-olah tidak ingin ikut campur di dunia nyata, hanya ingin ikut berpartisipasi di dalam sosial media yang aksesnya lebih luas dan lebih cepat daripada di dunia nyata yang perlu beberapa waktu untuk tersebar dengan bertahap. Generasi yang hebatnya berkata-kata melalui media.
Saya, millennial. Saya mengakui memang benar saat ini generasi saya seperti itu. Saat ini orang tidak peduli dengan kebenaran, orang-orang peduli dengan kebohongan yang tercipta. Itu akan menambah hal yang make a sense dikalangan masyarakat Indonesia. Kebodohan yang dilakukan para generasi saat ini contohnya, membuat para ulama dan kawannya menggeleng-gelengkan kepala dan hanya bisa beristighfar. Masyarakat Indonesia sangat sensitif jika mengenai hal agama, sangat sensitif tentang masalah politik, sangat sensitif mengenai banyak hal. Semuanya di permasalahkan, di besar-besarkan, dibawa ke pihak hukum. Seperti wanita sedang PMS. Sedikit-sedikit tersinggung, baperan. Guru di tantang, ustad di tantang, pemuka agama dianggap terlalu berlebihan, pengajar seperti guru atau dosen dianggap tidak becus dan sangat sensitif jika ‘hanya’ menyinggung dengan memakai kata makian dan ‘cuman’ mendorong guru atau dosen tersebut karena dia sudah berkata dengan keras kepada millennial. Itu semua terjadi karena merasa diperlakukan tidak adil ketika ‘hanya’ terlambat 30menit ke kelas dan dihukum oleh orang-orang tersebut yang berstatus sebagai pengajar. Katanya sih, “ibu dan bapak saya tidak pernah memperlakukan dan mengajarkan kepada saya perilaku dan sikap seperti itu. Saya tidak terima jika diperlakukan seperti ini. Akan saya laporkan bapak/ibu, tunggu saja tanggal mainnya.” Mengancam. Dasar para kaum manja.
Jadi, disini salah siapa teh? Mana saya tau ballassi. Mau saya bilang kalau yang salah itu anaknya nanti salah, dibilang guru/dosennya yang terlalu kasar ntar salah, dibilang ortunya yang gak bener ngedidiknya juga salah. Namanya juga negeri yang memiliki 1001 masalah ya gini. 1001 masalah dan 1001 macam alasan, tiap kali ku ajak jalan. Kek lagunya si anu nih. Yaa, saya sih dari netizen saja yang maha benar segala bacotan netizen untuk mengomentari segala-galanya seakan memang netizen lah yang paling benar di segala penjuru dunia ini, sampai-sampai mengalahkan semua teori yang masuk akal dan benar sesuai dengan kodrat dan kaidahnya di dunia ini (yang sudah di sempurnakan oleh para ilmuwan yang sibuk sana-sini mengurus kehidupan dunia). Tiada habisnya memang kalau membahas para millennial Indonesia ini. Sampai kiamat pun mungkin ada saja masalah yang ditimbulkan para generasi saya ini.

Malu? Iya. Kecewa? Iya. Kalau udah gitu, kamu bisa apa teh? Gak ada, cuman bisa diam merenung dan mengetik kata-kata hasil dari renunganku selama 10tahun terakhir ini. 10 tahun cuman bisa ngetik segini teh? Iya. Kenapa? Gak papa, cuman 10 tahun itu waktu yang cukup lama dan teteh cuman bisa ngetik segini. Oh, ini sih karena para generasi saya yang memang kelakuannya cuman kek gini aja terus dari tahun ke tahun, hari ke hari, bulan ke bulan, jam, menit hingga ke sepersekian detik. Para generasi ku cuman kek gini aja kelakuannya, ngelunjuak aja terus. Lalu, kalian ada gak menyempatkan untuk beberapa jam aja untuk menuangkan isi pikiran kalian di kertas putih dan menulis ataupun mengetik di Microsoft words,dll.? Enggak, gak pernah teh, saya sih selalu menuangkan isi curahan hati dan pikiran saya ke orang lain saja. Bukan melalui tulisan maupun diketik. Terus kamu mengoreksi saya apa yang hasil dari pikiran saya selama 10tahun ini cuman bisa saya ketik sampai segini padahal kamu sendiri tidak menghasilkan apapun? Lagi-lagi para generasi ku menghasilkan suatu lelucon yang lucu. Kritik saja terus. Memangnya kalian sudah kontribusi apa untuk Indonesia? Hey, para mahasiswa/i. Udah dapat berkontribusi apa untuk masyarakat Indonesia? Hidup Rakyat Indonesia, Hidup Mahasiswa. Sekali lagi, tong kosong nyaring bunyinya.

Masih ingin di kritik seperti ini terus? Ganti kebiasaan dong, ubah kebiasaan lama, Bongkar! Kata Iwan Fals di salah satu iklannya. Jangan tunggu kiamat sudah di depan mata baru mau ngubah kebiasaan. Udah telat! Neraka ya Neraka. Surga ya Surga. Jokowi ya Jokowi. Prabowo ya Prabowo. Kecuali Dildo (Nurhadi-Aldo) mau mencalonkan yaa lain cerita lagi sih. Siswa belajar, mahasiswa make it happen dari apa yang telah dipelajari saat menjadi siswa, untuk diaplikasikan di dunia nyata (untuk masyarakat Indonesia). Jangan cuman ngejar IPK biar cepat lulus tapi ntar ujung-ujungnya pas selesai wisuda, nganggur juga, nyusahin orang tua (naudzubilah) atau jangan cuman ngejar ranking biar bisa masuk ke Universitas yang bergengsi macam kampus almet kuning yang di Depok sana atau almet biru di Bandung sini tapi ujung-ujungnya ikut SNMPTN malah gak lolos disitu, yang lolos hanya siswa yang biasa biasa saja yang rankingnya di bawah kamu, dan dengar-dengar dari temen kamu kalau dia bisa gampang lolos karena ada orang dalam di kampus tersebut yang sangat berpengaruh terhadap kampus tersebut. Kamu pun tak bisa protes karena itu sudah hukum alam, that is nepotisme dude. Just shut up and go to kampus swasta kalau tak mau ikut SBMPTN dan tes mandiri. Thanks para millennials ku!

Sumber: https://www.serujambi.com/2017/opini-generasi-bangsa-krisis-moral-masihkah-pancasila-sebagai-ideologi-negara/

Komentar